SITUBONDO – Krisis penyerapan gula di pasar lokal membuat ribuan ton gula milik petani tebu di wilayah Pabrik Gula (PG) Panji, Situbondo, menumpuk tanpa pembeli.
Hingga kini, 2.500 ton gula produksi petani dibiarkan teronggok di gudang tanpa kejelasan nasib, menjerumuskan ratusan petani dalam kesulitan keuangan yang parah.
General Manajer PG Panji, Norman Arifin, mengakui perputaran penjualan gula praktis terhenti.
“Dengan berhentinya perputaran ini, dampaknya sangat besar. Petani butuh biaya angkut, tanam lagi, hingga perawatan. Sekarang semuanya macet,” ujarnya, Senin (11/8/2025).
Meski PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) menggandeng ID Food untuk membeli gula petani, langkah itu hanya tambal sulam.
Pasar masih lesu, diperparah dengan masuknya gula rafinasi dan gula VIT yang membanjiri pasar konsumsi, menyingkirkan gula lokal dari etalase pedagang.
Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) PG Panji menegaskan, penjualan gula sudah macet selama tujuh periode.
“Tidak ada penawaran dari pedagang. Pembayaran yang biasanya seminggu setelah kirim tebu, kini lebih dari sebulan belum ada uang masuk. Banyak petani menjual aset untuk bertahan hidup,” katanya.
Kerugian petani di PG Panji diperkirakan menembus Rp35 miliar, melibatkan 200 anggota APTR.
Wakil Ketua APTR, Gravika Tarunasari, menyebut situasi ini sebagai tamparan bagi janji pemerintah soal swasembada gula.
“Tebu itu panennya setahun sekali. Harusnya sekarang kami menikmati hasil, tapi malah mengemis menjual gula. Bahkan kabarnya gula rafinasi dioplos lalu dijual sebagai gula premium,” ujarnya dengan nada geram.
Ironisnya, enam minggu terakhir tidak ada pembayaran untuk gula yang dikirim. Di periode kelima, 2.050 ton gula PG Panji tidak laku sama sekali.
Ketua Asosiasi Serikat Buruh Independen Indonesia (ASBII) Kabupaten Situbondo, Fitroh Hariyadi, memperingatkan dampak sosial yang semakin memburuk.
Saat ini, dari kapasitas gudang 18 ribu ton, 4.530 ton gula sudah menumpuk siap lelang.
“Kalau dibiarkan, gudang akan penuh dan penyerapan gula berikutnya akan macet total,” tegasnya.
ASBII bahkan siap turun ke pasar untuk membongkar praktik peredaran gula ilegal yang diduga menjadi biang kerok hancurnya harga gula lokal.
Namun, tanpa tindakan tegas pemerintah, ribuan ton gula petani akan terus menumpuk, dan kemerdekaan pangan yang digembar-gemborkan tinggal slogan belaka.[]